Terkadang terasa diri zalim
Tak punya kudrat
Dalam diri yang terkepung tembok-tembok berbisa
Namun masih mahu memeluk gunung
Sedang yang dipeluk rupanya hanya segumpal bayang
Tanpa wajah tanpa suara
Pun bukan salah insan kerdil ini
Yang hanya insan biasa
Sarat dengan keinginan yang terhampar
Di pantai yang ditemani gelombang
Kenyataannya, tika kucoretkan bait demi bait
Keinginanku melonjak naik
Lalu hari demi hari
Kususuri dada kertas dengan jiwa riang
Sehari diam aku bak puteri kehilangan putera
Terasa seperti sang masa sedang galak memburuku
Hingga tanpa sedar
Kutolak sebuah hakikat
Sayangnya, Belum pun sampai ke garisan akhir
Selera menyusun kata hilang
Walau jerih mendekatkan jari di daerah putih suci itu
Yang tak pernah mengerti hati seorang aku
Aku tetap gagal
Hati seakan-akan telah tawar
Rajuk dengan kerenah sekitarku
Lalu jadilah aku si perengus
Merengus pada sesuatu yang aku sendiri tak pasti
Lantas kubiarkan kertas putih itu sepi sendiri
Membilang hari berlalu dengan pertanyaan tak sudah
Sungguh, aku kasihan padanya
Terlalu amat kasihan
Tapi desakkan hati tak juga harus dipandang ringan
Lalu aku ini harus bagaimana lagi?
Aleya , nanti kim salam kat penulis cabuk tu aa.. kalau ada masa bley ngeteh2 hu huuu hik hik
ReplyDeletehahaha... kirim salamlah sangat...
ReplyDeletekat manala cabuknya tu ye?
ReplyDeletekat mana ye? kat mana2 ajelah kak lara... hehe...
ReplyDelete